Jumat, 27 Desember 2013

Sajak Keluarga Kopi

puisi ini, terunutuk keluargaku tercinta. berkat kalian, sekarang aku jadi pecandu kopi.
 
Atap – atap joglo nampak jelas di bawah sisa cahaya bulan
Ketika wanita kecil pembuat kopi meraba raba petromak
memegang alu, menyiapkan lesung
menumbuk sisa kopi dari lumbung sebelah

Ketika pria tambun berwajah garang dengan mata berkunang
memikul keranjang kosong
mengais sedikit kopi
di kebun majikan keji

Ketika seorang bayi menangis menjerit
meminta setetes susu dari ibu
tapi diberi sesendok kopi

Lalu
Dosakah aku, yang setiap hari meminta secangkir kopi
Dosakah aku, yang membiarkan peluh ayah mengalir saat pulang memanen kopi
Dosakah aku, yang hanya melihat ibu menangis saat lumbung kopi kosong
Orang bilang aku tak punya hati
Namun, aku diam membisu membatu
menunggu waktu

Ya, inilah aku sang makhluk bermata kopi
Tiap hari  bekerja dalam ruang pengap
mengeluh tentang kotornya metropolitan
bersaing demi sebuah kemenangan
tanpa aroma khas yang dulu menjadi kesukaan

Ayah, Ibu, bersabarlah
Orang yang  kau besarkan dengan secangkir kopi pahit
Tak lama lagi akan membawakanmu segenggam gula
Agar kau bisa merasakan nikmatnya hidup

0 komentar:

Posting Komentar

 
;