Udah dua minggu yang lalu aku dikasih tugas buat ngarang cerpen. Mau tau nggag, ini hasilnya. sebuah cerpen konyol nan tak masuk akal karangan anak yang tidak tahu aturan ngarang yang bener. Sebelumnya thanks udah kuat nahan karanganku yang jauh dari layak untuk di baca. Peace!!!.
Selanjutnya maaf ya broo, aku terinspirasi sama kalian semua. berkat kalian cerpen ini selesasi 2 jam sebelum deadline.
Oh,,,,
( Sebuah
Cerpen yang Mengisahkan Betapa Kejamnya Dunia Mempermainkan Kehidupan )
ia, seorang gadis cantik yang disukai
oleh semua cowok di sekolahnya. Dengan pakaiannya yang minim untuk siswa SMA dan rambutnya yang selalu terurai
seperti model iklan shampo, membuat semua cowok tertarik padanya. Tapi dibalik
keistimewaannya itu, dia mempunyai kekurangan. Dia sangatlah bodoh. Tidak ada
nilai yang bagus yang dia peroleh kecuali kesenian dan olah raga. Dari 26 siswa
di kelasnya, dia selalu menduduki peringkat satu dari bawah.
Suatu ketika Tia sedang
mengikuti pelajaran Biologi yang diampu oleh Pak Ras. Dia tidak memusatkan
pikiran dan perhatiannya terhadap penjelasan Pak Ras tapi sibuk bermain dengan
ponselnya, menulis pesan dengan pacarnya, Jossy.
Dia tertawa sendiri melihat pesan yang diterimanya. Tanpa disadari Pak Ras
memperhatikan tingkahnya. Shaf yang duduk di sebelahnya menyenggol tangan Tia
karena Pak Ras berjalan ke arahnya. Tia melirik Shaf dengan kesal karena
mengganggu kegiatannya. Setelah dia tahu bahwa Pak Ras meuju ke tempat
duduknya, dia bergegas menghentikan kegiatannya dan memasukkan ponselnya ke
dalam tas yang berada di pangkuan.
“Sudah selesai
menulisnya, Tia?” tanya Pak Ras yang bediri di sebelah tempat duduk Tia.
“Eh, belum Pak,” jawab
Tia.
“Apa yang kamu
lakukan?”
“Ma- ma’af, pak.”
Dengan terburu-buru Tia
mengambil buku catatan yang masih di dalam tas beserta pulpen dan segera menulis. Pak Ras masih
berada di sampingnya sambil mengamati apa yang sedang dia lakukan. Tia pun
merasa sedang dihukum karena kesalahan yang dia perbuat. Dia melirik Shaf. Shaf
hanya mengangkat kedua matanya. Tidak tahu harus bagaimana.
“Tulisanmu bagus,
Tia?!” kata Pak Ras tiba-tiba.
“A-apa Pak?” Tia kaget
mendengarnya, tidak percaya dengan perkataan yang diucapkan Pak Ras.
“Kalau tulisanmu
dijadikan kaligrafi, pasti dinding di rumahmu akan terlihat indah,” kata Pak Ras
memuji Tia.
“Teruskan menulisnya,
ya!” kata Pak Ras, seraya tangannya mengelus pundak Tia lalu kembali ke
mejanya.
Tia benar-benar tidak
percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dia dan Shaf masih saling memandang
dengan penuh tanda tanya. Mereka tidak tahu harus berkata apa. Setelah beberapa
menit, pelajaran Biologi selesai. Mereka berdua berjalan menuju kantin.
***
“Tia!”
kata Shaf ketika istirahat di kantin. “Kau tidak curiga dengan sikap Pak Ras?”
“Memang kenapa?” tanya
Tia sambil menyeruput es melonnya.
“Dia terlalu
memperhatikanmu,” kata Shaf sambil menyendok baksonya.
“Memangnya kenapa? Tidak
ada yang salah, kan?.
Apalagi kalau aku bisa mendapatkan nilai-nilai bagus dari Pak Ras, walau aku
tidak pernah memperhatikan pelajarannya.”
“Kamu belum dengar, ya
?” kata Shaf sedikit berbisik. “Minggu lalu Isna
anak X.1, pindah sekolah gara-gara Pak
Ras.”
“ Gara-gara Pak Ras? Bagaimana
bisa?” kata Tia tidak mengerti.
“ Awalnya Pak Ras
sangat perhatian pada Isna seperti yang dilakukannya kepadamu. Dia memberi
nilai bagus kepadanya. Dan akhirnya dia membujuk Isna untuk diajak ke UKS
berduaan. Kau bisa tebak apa yang dilakukannya?”
Tia mengerutkan dahi
tampak berpikir.
“Sehari setelah itu
Isna langsung minta dipindahkan,” lanjut Shaf. “Sebenarnya orang tua Isna ingin menuntut
Pak Ras, tapi tidak ada bukti yang kuat. Jadi, Pak Ras bisa lolos.”
“Kalau itu memang
benar, kenapa aku tidak pernah mendengarnya?”
“Itu karena kamu
terlalu sibuk dengan pacarmu!”
“Kau hanya iri,” jawab
Tia.
“Apa!?” Shaf terkejut
mendengarnya.
“Kau iri padaku karena
tidak mendapatkan perhatian dari Pak Ras. Dan kau iri padaku karena aku bisa
mendapatkan nilai-nilai bagus darinya.”
“Bagaimana bisa kau
berkata seperti itu?” kata Shaf tersinggung, nada suaranya meninggi. “Aku
mencoba untuk memperingatkanmu, tapi kau justru menuduhku seperti itu. Asal
tahu saja, aku bisa mendapatkan nilai bagus bukan karena dapat perhatian dari
guru, tetapi karena usahaku sendiri. Tidak seperti kau!”
“Kalau kamu tetap tidak percaya dengan apa
yang dilakukan Pak Ras, aku punya informasi menarik yang bisa menjadi
pertimbangan kamu.” cetus Shaf.
“Ayahku pernah cerita tentang Pak Ras.
Sewaktu di SMA, dia sekelas dengan Ayahku.
Pada saat itu, dia sering dipanggil sama
guru BK karena ulahnya yang tidak sopan
dan tidak senonoh. Dia memang pangeran sekolah tapi ulahnya amit-amit. Dia
selalu membuat kegaduhan di kelas. Dia pernah dipanggil di kantor polisi karena perkelahian yang
dilakukan dengan siswa lain sekolah. Guru-guru sampai hafal benar dengan anak
yang bernama Rasmin ( Pak Ras ). Setiap ulangan pasti menggunakan jurus jitunya
alias cari contekan. Yang paling parah lagi, dia pernah didamprat oleh seorang ibu yang mengaku putrinya MBA (Marriage By Accident) karena ulahnya
juga. Tapi nasib mujur selalu menghampirinya karena kekayaan yang dimiliki
orang tuanya.”
“Lalu?” tanya Shaf
penuh penasaran.
“Bapakku tidak
melanjutkan ceritanya karena ponselnya berdering. Tapi sebelumnya Bapakku juga
pernah bergumam bahwa Pak Ras memang beruntung. Selain nakal dan playboy kelas
kakap, dia sangat bodoh. Tes seleksi penerimaan pegawai negeri saja sudah dia
ikuti sampai lima
kali sejak lulus dari salah satu Perguruan Tinggi swasta. Baru tahun 2012 ini dia nembus tes dan diangkat menjadi PNS
da ditempatkan di sekolah kita. Entah faktor apa yang membuat dia bisa begitu.”
Setelah mengatakan
semua itu, Shaf langsung beranjak dari kursinya dan pergi meninggalkan Tia
sendirian di kantin. Tia terbengong-bengong melihatnya.
“Kenapa sih dengan anak itu?” begitu
pikirannya.
***
Tidak
bisa dipungkiri apa yang dikatakan oleh Shaf tempo hari cukup mengusik pikiran
Tia. Terlebih ketika ia bertemu Pak Ras. Ia selau memperhatikan setiap gerak-geriknya.
Tidak hanya di dalam kelas saja, ketika berada di luar kelas Pak Ras juga
sering kali mencari waktu untuk mendekati Tia. Dan di suatu hari, Pak Ras
memanggil Tia untuk membantunya. Pak Ras meminta bantuan Tia untuk mengangkat
obat-obatan ke Ruang UKS. Teringat apa yang dikatakan Shaf tempo hari, Tia pun
menolak dengan halus. Perbuatan yang Tia lakukan membuat kecewa Pak Ras. Tia pun
bergegas pergi. Dia tidak mau berlama-lama berada di ruang ini karena takut Pak
Ras berhasil membujuknya. Untung saja dia bisa lari, kalau tidak dia tidak tahu
apa yang akan terjadi dengannya.
***
“Kau istirahat saja
dulu di sini!”saran Shaf sambil memapah Tia ke UKS.
Tia tertatih-tatih
berjalan ke ranjang dibantu oleh Shaf. Setelah dia bisa duduk di atas ranjang dia
mengibas-ngibaskan lututnya yang terluka karena jatuh dari tangga sewaktu pelajaran
olahraga. Menurut Tia, dia lebih senang tiduran di UKS daripada ikut pelajaran
olahraga yang membuat capek. Setelah Shaf mengusapkan antiseptik yang dia
temukan di kotak obat ke bagian yang terluka, Tia berkata :
“Tempat inilah saksi
perbuatan bejat seorang guru kepada muridnya yang membuat masa depan muridnya
hancur.” kata Tia teringat dengan cerita
Shaf.
“ Iya betul sekali
itu.” sela Shaf. “Eh Tia, aku keluar dulu ya. Ntar kalau ada waktu aku ke sini
lagi. OK.?”
“OK!” jawab Tia.
Detik
demi detik, menit demi menit dilewati oleh Tia sendirian. Sampai suatu saat dia
mendengar suara pintu yang terbuka.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam,
siapa di sana?”
tanya Tia.
“Tenang, aku Pak Ras.
Aku di sini hanya untuk menjengukmu. Saya mendengar dari anak-anak, kamu ada
disini. Apa yang terluka?”
Jantung Tiapun hampir
copot mendengar bahwa itu Pak Ras. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Setelah
itu Pak Ras mendekati Tia dan melihat lukanya. Tanpa dia sadar, Pak Ras segera
membius Tia sehingga Tia tak sadarkan diri.
“Nah, inilah
kesempatanku untuk menikmatinya.” pikir Pak Ras.
Setelah selesai
menikmati tubuh Tia yang tak berdaya, Pak Ras pun meninggalkan Tia dengan
keadaan tak mengenakan selembar kain pun di sekujur tubuhnya. Tapi, disaat Pak
Ras keluar dari UKS, dia kepergok oleh Jossy.
“Apa yang Bapak lakukan
di UKS ini?” tanya Jossy.
“Apapun yang kulakukan itu
bukan urusanmu” sahut Pak Ras sambil
berlari kecil dengan raut wajah yang panik.
Dengan penuh heran
Jossy mencerna kata-kata Pak Ras tadi. Dia tidak tahu maksud perkataan Pak Ras.
Hingga saatnya ketika Jossy masuk ke UKS, dia menemukan Tia dengan keadaan
telanjang. Dia pun baru tahu maksud perkataan Pak Ras. Tanpa berpikir panjang, dia
segera melapor kepada Kepala Sekolah. Sehari setelah itu, Pak Ras dipanggil dan
diberhentikan dengan tidak hormat. Selain itu
Pak Ras juga dituntut oleh pihak kepolisian.
Setelah
beberapa jam, Tia pun baru sadar. Dia bingung dengan keadaannya sekarang. Dia pun
bergegas berpakaian dan segera menemui Jossy. Jossy segera menceritakan
semuanya. Tia pun menangis tiada henti sampai orang tuanya dipanggil ke
sekolah. Orang tuanya pasrah dengan keadaan Tia yang sekarang. Sudah jatuh
tertimpa tangga pula. Selain diperkosa oleh Pak Ras, Tia juga diputus oleh sang
pacar tercinta. Jossy tidak mau mempunyai pacar yang sudah tidak suci lagi.
***
Tiga hari berlalu, Tia belum juga larut dalam kesedihannya.
Tia tidak tahu apa yang dapat dilakukannya di masa mendatang dengan keadaan
seperti itu. Di dalam keheningannya, datanglah seorang laki-laki dengan membawa
sepucuk surat.
“Apakah
benar ini rumah Tia?” tanyanya.
“Ya
pak, saya sendiri. Ada
apa?”
“Ini
ada titipan surat
dari bapak Kepala Sekolah.”
“Kalau
boleh tahu, isinya apa ,pak?”
“Wah,
maaf. Saya tidak tahu betul. Permisi.”
Perasaan
deg-degan menyelimuti tubuh Tia. Dia tidak tahu apa isi surat tersebut. Setelah dia baca, kabar buruk
menimpanya. Dia dikeluarkan dari sekolah.
Malam
harinya, Tia memberitahukan isi surat
itu kepada orangtuanya.
“Umi,
apakah aku boleh mencari sekolah yang baru?”
“Mana
mungkin ada sekolah yang menampung anak-anak hamil?”
“Lalu
bagaimana nasibku? Haruskah aku gugurkan kandunganku?”
Dengan
suara yang membentak Umi berkata, “Jangan! Kau sudah berdosa. Jangan menambah dosa
lagi!”
“Lalu
apa yang harus kulakukan, umi?”
“Tunggu
sampai anakmu lahir!”
“Apa!?”
***
Selama
sembilan bulan, Tia mendekam di rumahnya. Tia tak bisa berbuat apa-apa. Di
tengah keheningan malam, terbangunlah dia. Dia segera mengambil air wudhu dan
mengambil rukuh dan sajadah
seraya menengadahkan kedua tangannya sambil berkata :
“Pada
siapa lagi aku bisa berbicara, sebelum ayam jantan berkokok, atau pun mengubah
malam menjadi pagi. Biasanya aku hanya anak SMA yang polos, ceria, dan sekarang sepertinya aku hanyalah sebuah
kotak kosong yang dipenuhi kesepian dan kesedihan.”
“Ya,
Allah. Tolonglah hambaMu yang hina dan penuh dosa ini. Tunjukkan jalan yang
benar. Berilah kekuatan iman, kesabaran, dan petunjukMu. Jangan biarkan hambaMU
ini terlarut dalam dosa. Ampuni segala kesalahan dan kekhilafan hamba. Ampuni
segala dosa-dosa yang telah hamba perbuat. Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim, Ya
Ghofur. Amin
*the end*
“HIDUP MEMANG TAKDIR, TAPI BAGAIMANA
MENYIKAPI TAKDIR ITULAH YANG SAYA SEBUT FILOSOFI HIDUP. MAKA DARI ITU GUNAKAN
HIDUPMU SEBAIK - BAIKNYA “
Surya PB